Kamis, 23 Agustus 2012
Jarak tak jelas nasibnya, tampillah biji nyamplung menggantikannya
Dephut Dorong Nyamplung Jadi Biodiesel
JAKARTA - Indonesia memang kaya floranya yang mencapai sekira 30 ribu spesies tanaman darat yang telah teridentifikasi. Buktinya, tidak hanya jarak pagar saja yang bisa menghasilkan biodiesel tapi juga pohon nyamplung (Calophyllum Inophyllum). Bahkan, kabarnya, minyak nyamplung lebih bagus daripada jarak pagar.
"Dalam kehutanan, pohon nyamplung menjadi pionir di daerah pesisir pantai sehingga bermanfaat untuk penahan abrasi pantai dan tsunami. Selain itu, di Cilacap, nyamplung sudah bisa diolah menjadi biodiesel," terang Bintoro, Kepala Bidang Analisis dan Informasi Departemen Kehutanan, baru-baru ini.
Satu-satunya pengusaha yang memanfaatkan nyamplung menjadi biodiesel ada di Cilacap, Jawa Tengah. Namanya Samino, Ketua Koperasi Jarak Lestari. Awalnya, dia mendapatkan mesin pengolahan biji jarak menjadi biodiesel oleh Departemen Perindustrian yang bernilai Rp1 miliar.
Namun, karena nyamplung begitu melimpah di daerahnya, Samino mencoba menggunakan bijinya untuk diolah menjadi biodiesel. Hasilnya, cukup mengagumkan. Dari pengamatannya, 1 liter minyak bisa dihasilkan dari 2,5 kilogram nyamplung saja. Bandingkan dengan jarak yang membutuhkan 4 kilogram untuk menghasilkan 1 liter minyak.
Menurut Samino, pihaknya telah berbicara dengan Pertamina untuk dapat menampung produksi minyaknya untuk mengganti kerosin dan solar. Sayang, hingga kini belum ada jawaban dari Pertamina. Padahal harga yang dipatok Samino hanya Rp 5 ribu per liter. Artinya, masih lebih murah daripada solar yang kini mencapai Rp5.500 per liter.
Sejatinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menginstruksikan Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban agar segera mengembangkan pohon nyamplung. Maklum, pengelolaan pohon yang juga disebut bintangur ini secara institusi baru ada di Jawa Tengah, tepatnya oleh Perum Perhutani Unit I.
Satu-satunya hutan nyamplung yang dikelola dengan profesional ada di Perum Perhutani Unit I KPH Kedua Selatan Jawa Tengah. Menurut Dwi Witjahjono, Administratur KPH Kedu Selatan, luas hutan nyamplung di wilayahnya mencapai 196 hektare.
Pada 2009, Yoyok, begitu panggilannya, menargetkan penambahan luas hutan nyamplung menjadi 600 hektare. "Anggarannya sekira Rp 4 juta per hektare," jelasnya. Sampai kini, dia mengaku belum memanfaatkan nyamplung untuk menghasilkan biodiesel tapi baru sebatas perbanyakan. Tapi, ke depan, pihaknya berencana untuk memproduksi biodiesel sebagai salah satu pendapatan KPH Kedu Selatan. (Whisnu Arto Subari/Trust/mbs)
Nyamplung, BBN Yang Potensial
KRISIS energi yang tengah dialami dunia, mendesak kita untuk menemukan dan mengembangkan energi alternatif.
Disisi lain ancaman pemanasan global yang tak kalah pentingnya juga potensi bahaya Tsunami (terkait Indonesia sebagai negara kepulauan) mengharuskan kita untuk melakukan langkah antisipasi dengan segera.
Kedua hal tersebut bisa diatasi dengan satu langkah yaitu menanam pohon Nyamplung (Calophyllum inophyllum L). sebagai bahan baku Biodiesel.
Di Jateng, Nyamplung banyak ditemui di sepanjang Pantai Selatan, terutama di Kabupaten Cilacap, Purworejo dan Kebumen. Di wilayah tersebut penanaman Nyamplung semula dititikberatkan sebagai upaya konservasi alam.
Nyamplung yang mulai digalakkan penanamannya pada tahun 50-an bertujuan untuk pelindung pantai dari abrasi, penahan angin laut ke darat yang berpotensi menimbulkan berbagai penyakit bagi masyarakat yang tinggal di tepi pantai, tempat berteduh nelayan, penahan tebing sungai dan pantai dari longsor, pengendali intrusi dan penjaga kualitas air payau.
Seiring dengan terjadinya Tsunami, maka Nyamplung menjadi berpotensi untuk penahan gelombang pasang. Sedangkan fungsi ekonomisnya adalah kayu Nyamplung bermanfaat untuk konstruksi rumah, perahu dan kayu untuk keperluan pertukangan.
Biji Nyamplung yang berjatuhan umumnya dibiarkan begitu saja. Yang bagus bisa tumbuh menjadi pohon Nyamplung. Sehingga timbul jajaran pohon Nyamplung secara tidak sengaja. Kadang biji tersebut dimanfaatkan anak-anak untuk dibuat mainan semacam Gangsing.
Saat pemerintah mencanangkan program Bahan Bakar Nabati (BBN) atau yang dikenal dengan biofuel, maka para pakar mulai meneliti tanaman yang dapat menjadi bahan bakunya. Akhirnya diketahui bahwa biji Nyamplung ternyata merupakan bahan baku biodiesel yang lebih baik daripada Jarak Pagar (Jatropha curcas).
Pengolahan biji Nyamplung sebagai minyak bakar (crude oil, kerosin) kini telah dilakukan Koperasi Tani ‘’Jarak Lestari’’, Kroya, Cilacap. Dengan menanfaatkan mesin untuk mengolah biji jarak -yang kini tersendat pasokannya, Koperasi tersebut mampu memperjelas keunggulan minyak Nyamplung dibandingkan minyak Jarak.
Menurut Ketua Koperasi Jarak Lestari, Samino untuk memperoleh 1 L minyak Nyamplung hanya membutuhkan 2,5 Kg Nyamplung Kering, sedangkan untuk 1 L Minyak Jarak membutuhkan 4 Kg Jarak.
‘’Dari perbandingan ini saja, Nyamplung sudah menguntungkan, belum lagi kalau dibandingkan dengan ongkos produksinya,’’ kata Samino.
Biji Nyamplung per kilo hanya Rp 700. Harga tersebut adalah harga sampai pabrik pengolahan. Sedangkan harga Jarak per kilo antara Rp 3.000 sampai Rp 4.000,-. Dari sini bisa dibayangkan berapa ongkos produksi 1 liter minyak Jarak.
Harga dan Kompor Khusus
Ongkos produksi 1 L minyak Nyamplung -setelah ditambah biaya upah pekerja pemecah biji Rp 500,- per kilo serta biaya pengolahannya menjadi kerosin (crude)- menurut Samino mendekati Rp 5.000, oleh karenanya kepada warga sekitar dijual Rp 5000.
‘’Walau cuma Rp 5000, tapi harga minyak tanah di Kroya Rp 4.000, kalaupun paling tinggi, minyak tanah ya cuma Rp 4.500. Selain faktor harga, minyak Nyamplung juga membutuhkan kompor khusus, karena kapilaritasnya yang jelek,’’ papar dia.
Tangki penyuplai bahan bakar kompor minyak Nyamplung harus sejajar dengan ketinggian api pada kompor, ini jelas berbeda dengan kompor minyak tanah yang suplainya dari hasil rambatan minyak pada sumbu kompor.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Cilacap juga tengah menggalakkan pembibitan di Desa Glempang Pasir, Kecamatan Adipala. Walaupun sudah memiliki wilayah potensi Nyamplung di Nusawungu, Adipala dan Binangun, langkah tersebut tetap dilakukan untuk mendukung program Gerhan yang dicanangkan tahun 2007 yaitu pembuatan Hutan Pantai.
Dari 425 batang yang ditanam, terdapat 148.222 batang Nyamplung. Hutan Pantai selain bersifat ekologis juga berfungsi ekonomis, karena menumbuhkan pariwisata pantai. (Hartono Harimurti-59)
sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/09/02/28912/Nyamplung-BBN-Yang-Potensial
Rabu, 23 Februari 2011
Tentang Nyamplung
Djuisi : SpermatophylaSub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Guttiferales
Suku : Guttiferae
Marga : Calophyllum
Jenis : Calophyllum inophyllum L
Sumatera Eyobe (Enggano) Punaga (Minangkabau) Penago (Lampung) Nyamplung (Melayu)
Jawa Nyamplung (Jawa Tengah) Nyamplung (Sunda) Camplong (Madura)
Bali Camplong (Ball)Nusa Tenggara : Mantan (Bima) Camplong (Timor)
Sulawesi : Dingkalreng (Sangir) Dongkalan (Mongondow)
Maluku : Dunggala (Gorontalo) llambe (Buol) Punaga (Makasar) Pude (Bugis)Hatan (Ambon) Fitako (Ternate)
Deskripsi :
Pohon, tinggi ± 20 m.
Habitus
Batang Berkayu, bulat, coklat atau putih kotor.
Daun Tunggal, bersilang berhadapan, bulat memanjang
atau bulat telur, ujung tumpul, pangkal membulat,
tepi rata, perlulangan menyirip, panjang 10-21 cm,
lebar 6-11 cm, tangkai 1,5-2,5 cm. hijau.
Bunga Majemuk, bentuk tandan, di ketiak daun yang
teratas, berkelamin dua, diameter 2-3 cm, tujuh
sampai tiga be’as, daun kelopak empat, tidak
beraturan, benang sari banyak, tangkai putik
membengkok, kepala putik bentuk perisai, daun
mahkota empat, lonjong, putih.
Buah Batu, bulat, diameter 2,5-3,5 cm, coklat.
Biji Bulat, tebal, keras, coklat.
Akar Tunggang, bulat, coklat.
Khasiat :
Biji Calophyllum inophyllum berkhasiat sebagai urus-urus dan sebagai
obat rernatik.
Untuk urus-urus dipakai ± 2 gram, serbuk biji Calophyllum inophyllum,
diseduh dengan 1/2 gelas ai matang panas, setelah dingin disaring. Hasil
saringan diminum sekaligus.
Kandungan kimia :
Daun Calophyllum inophyllum mengandung saponin, flavonoida dan tanin
Pengembangan
Mesin pengolah minyak jarak itu sudah 4 bulan terdiam di sisi kanan halaman rumah. Saya, kesulitan bahan baku. Namun, sejak Februari 2008 mesin itu kembali bekerja. Bukan jarak yang ia olah, tetapi nyamplung menjadi biokerosin alias minyak tanah nabati. Untuk menghasilkan seliter biokerosin Saya memerlukan 2 kg bahan baku.
Di sekitar Karangmangu, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, banyak tumbuh nyamplung. Saya membeli buah nyamplung kering dari para pengumpul Rp650/kg. Itu jauh lebih murah daripada harga jarak yang mencapai Rp2.000/kg. saya menggiling 100 kg daging buah nyamplung kering setiap hari.
Dari 100 kg bahan baku Saya menghasilkan 50 liter biokerosin nyamplung atau rendemen mencapai 50%. Jumlah itu lebih tinggi ketimbang jarak yang hanya 25%. Hasil sebanyak itu tentu saja sangat ekonomis. Saya itu cukup mengeluarkan biaya bahan baku Rp2.000/l. Oleh sebab itu Saya optimis bakal memperoleh laba meski harga jual biokerosin nyamplung hanya Rp3.000-Rp4.500/l. Mesin Saya sejatinya berkapasitas 400 kg. Dalam sehari ia dapat 3 kali produksi atau total 1.200 kg.
Minggu, 26 Juli 2009
Terima Kasih atas apresiasi saudara
http://nusa-palapa-group.indonetwork.co.id/1237635/kursus-produksi-biodiesel-biokerosin.htm
http://www.trubus-online.co.id/members/ma/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=9&artid=1483
http://www.perumperhutani.com/index.php?option=com_content&task=view&id=361
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/09/02/28912/Nyamplung..BBN.Yang.Potensial
http://www.kphbanyumasbarat.perumperhutani.com/index.php?option=com_content&task=view&id=45&Itemid=2
http://orientasilingkungan.multiply.com/journal/item/50
http://222.124.164.132/web/detail.php?sid=174125&actmenu=38